cerpen III


Sahabatku Vendi
Sahabatku Yongki, rindu adalah ketika aku merajut waktu, menyiangi perpisahan saat sampai datang pertemuan, mungkin keranjang kisah ini lah sebagai bukti dari ribuan drama kita, suka duka tidak lah istimewa karena semua orang mengalaminya. Tak ada yang bisa kulakukan di musim hujan ini, ketika titik air turun dengan kerasnya, berbaris, berjajar dan tak lagi lurus, serong menghantam kaca bak gordeng jendela kamar. Dibawah gemuruh yang semakin meraung, aku melihat canda tawamu menembus kaca dan berbias sampai awan yang abu, kita memang tidak sedang berdrama kawan, karena ku pikir mendongeng akan lebih baik kali ini.
Ingatkah kau dengan teman kita yang satu ini? pendek, kecil, agak plin-plan dan berjiwa seni kuat, dengan semangat gigih diterjangnya sederetan hegemoni yang tak bermanusiawi, ketika dia ingin melentikkan jari, mengayun indah selaras dengan musik gambyong atau kecak, saat bola matanya yang tajam berpucuk pedang, dilemparkannya ke kanan dan kiri, berlagak menyadur Arjuna yang sedang kasmaran  dengan Sinta, Ah apalah itu, aku tak mau berceloteh tentang apa yang tidak aku kuasai. Kau ingat Vendi kan? Aku punya kisah yang menarik untukmu, sahabatku Yongki. Pendek kata begini.
Tiga tahun lalu, perpisahan diantara kita mengisahkan monolog daramitis satu sama lain. Tuntutan peran alam telah menuntun kita ke jalan yang berbeda, menapak lajur masa depan yang indah, mengayuh dayung kedewasaan yang tak berujung, eloknya lazuardi esok telah menyilaukan kita, hampir tak ada kontak fisik dan batin diantara kita lagi, yang hanya aku ingat teman kita Vendi berpetualang di kota pelajar, dan kamu terus bergelut dengan gambar-gabar maya, yang aneh dan pastinya tak mampu aku uraikan dengan otakku. Sahabatku, aku tak pernah menyangka jika aku dipertemukan lagi dengannya di kota pensiun, mungkin wujud kepatuhan kepada keluarga atau hanya karena untuk mengejar wanita yang didambakannya. Kamu tau sendiri kan? Teman kita yang satu ini sangat rentan sakali dengan wanita, kepiawaiannya mengukir cinta tak seberutung keluesan tubuhnya dalam menari. Lakon Arjuna yang dimainkannya dalam setiap pagelaran tari universitas hanya fiktif blaka. Kisahnya begitu sayu untuk didongengkan, tapi bagaimanapun kau harus mengetahuinya, karena kita adalah sahabat, tempat berbagi suka duka, keharusan berduka saat satu diantara kita meneteskan air mata dan keharusan bersuka saat menikmati canda tawa, benar kan?
Lakon itu mulai diperankan Vendi saat tragedi tahun lalu terjadi, saat kesadaran bersyukur kepada yang Esa mulai dia lupakan. Diambilnya kembali apa yang telah diakui itu miliknya, materi, keberuntungan, cinta, kepercayaan orang tua, kewibawaan diri, dan kesenangan. Seolah Tuhan memperingatkannya, atau sebagai proses pendewasaan, yang paling membuatnya kalut adalah saat Vendi kehilangan cintanya, cinta yang telah dirajutnya dalam kurun waktu yang tidak sebentar, ironisnya lagi hal itu ditengarai oleh rasa bersalah kepada kedua orang tuanya, nampak wajar karena waktu itu Vendi kehilangan motor saat dia sedang asik bermesraan dengan gadis pujaannya, bapaknya yang kalut penuh amarah yang meledak-ledak seketika itu melarang Vendi berpacaran, sepengetahuan orang tuanya Vendi anak yang rajin, tekun dalam belajar dan tak neko-neko sperti remaja yang lain. Namun anggapan itu tak sesuai dengan kenyataan, wajar lah lumrahnya remaja butuh seorang pujaan hati, tempat mengadu ketika sepi, susah, sedih dan tertawa. Mungkin kurangnya komunikasi antara Vendi dengan orang tuanya.
Selepas kejadian yang malang menimpanya, kehidupan Vendi penuh dengan kegelisahan, jauh dari ketenangan hati, selalu risau, terpuruk dan penuh kebingungan. Ketahuilah sahabatku Yongki, tidakkah kau tau sifat teman kita yang satu ini adalah kurang bisa peka terhadap sesuatu, mudah berubah pikiran dan kadang dia melakukan hal-hal yang ceroboh. Dia selalu merasa iri ketika melihat teman-teman kuliahnya bergandengan, bermesraan, bercumbu rayu dengan kekasih, dan seakan-akan dia adalah orang yang tak punya daya tarik lagi bagi hawa. Acap kali kewibawaan sebagai laki-laki dipertaruhkan demi mendapatkan pujaan hati. Begitulah Vendi, tapi biar bagaimanapun dia tetap sahabatmu bukan? tetap sabat kita, ingat lah itu.
Sahabatku Yongki, kamu pasti penasaran bagaimana petualangan cintanya, lika-liku perjuangannya, mungkin hal ini nampak tak menarik, tetapi jika kita mendramatisir kisah ini dengan perasaan seorang sahabat, akan nampak geli, sedikit konyol tapi penuh dengan duka, semua rasa bercampur aduk, mungkin seperti tempura depan SMA kita dulu, duduk berjajar di gorong-gorong sekolah, aku ingat sekali sedapnya tempura yang pedas dan cibiran-cibiran kecil buat primadona sekolah kita.
Ah, aku tak ingin bernostalgia terlalu jauh, aku ingin mendongengkan sahabat kita Vendi. Ribuan bahkan jutaan trik telah dilakukan teman kita itu untuk mendapatkan pujaan hati.
Dari yang berambut lurus, berparas cantik, kulitnya kuning langsat, yakni adik kelas satu jurusan di kampusnya. Mencoba mendekati, menampakkan paras penuh kawibawaan sebagai senior, penuh perhatian, mencarikan kos-kosan, namun sebelum dia mengungkapkan cintanya, gadis itu sudah ditikung temannya sendiri.
Kini berpindah ke lain jurusan. Gaya berkenalan via facebook, berpura-pura meminta nomor HP dengan dalih ingin memperbanyak teman, pendekatan berlangsung dua bulan, namun setelah jauh mengenal gadis itu, mungkin Vendi lupa menanyainya, apakah sudah punya pacar atau belum, saat vendi apel malam minggu di kos gadis itu, vendi kembali dipaksa menghela nafas dalam-dalam karena gadis itu telah diapelin cowoknya.
Vendi tak urung menyerah, telah membuat janji bertemu dengan gadis yang bukan sesama mahasiswa, cantik, tajir dan metropolis, seperti kaum ekspatriat dadakan, nampak berkualitas tinggi. Di ajaknya gadis itu oleh Vendi jala-jalan, berkeliling mal besar, mungkin teman kita satu ini terlalu khawatir, pikirannya sudah sampai berbelanja banyak, menghabiskan badget bulanan, dan kembali lumpuh sebelum berjalan.
Bahkan teman kita dulu waktu SMP digasak juga, kau tak perlu kusebutkan namanya, aku yakin sahabatku Yongki orang yang tanggap, bermodal reuni tahunan, mereka saling melempar pandangan, menggencarkan sms setip hari dari yang sebelumnya jarang dilakukan, mungkin satu tahun sekali, itupun sekedar tanya kabar, tapi sekarang melebihi lima waktu sebagai muslim, dan berakhir tragis dalam finishing. Vendi kembali kalah cepat dengan teman PPL gadis itu.
Sahabatku Yongki, masih banyak kisah yang aku ingin ceritakan, tapi aku tak berani mengutarakannya disini, iya, mungkin nanti saja jika kita bertemu, akan kita kupas tuntas sandiwara sahabat kita yang satu ini,
Aku tak mampu berfikir lagi, tatkala dia mendatangiku, meminta bantuan, dan mungkin aku adalah orang yang ke-seratus yang telah dimintai bantuan, pendapat, curhat ringan, dan nampak semua sudah menjadi rahasia umum, dalam kurun waktu yang lama, tema-temannya mulai meremehkannya, sahabat kita dianggap plin plan, tidak tegas, laki-laki yang lemah, bahkan predikat jomblo sepanjang masa sempat disandangnya. Bergetar hatiku mengatahuinya, sebagai sahabat aku merasa bersalah karena tak mampu membantunya untuk mendapatkan pujaan hati.
Vendi tenggelam dalam kesendiriannya, meraba-raba kehidupannya yang terasa gelap, tanpa cahaya, misteri cawan suci dalam dongeng Yunani itu dianggapnya sebagai lelucon yang tak terbukti, bagaikan berjalan satu kaki, bertahun-tahun Vendi menyimpan kotak hatinya dalam-dalam, mungkin inilah teka-teki tuhan, yang menyimpan rahasia di waktu yang akan datang, berlatih bersyukur, sabar, dan ber-ikhtiar.
Hujan sore ini turun dengan derasnya, petir menyambar dan menggelegar, aku tetap termangu di depan kaca, dari kejauhan nampak sayup-sayup sepasang manusia datang ke kosku. Bermantel double, mengendarai kuda besi yang bermata jingga, nanar tertutup deretan hujan yang berbaris, dan bayangan itu semakin mendekat, kutatap orang itu dari balik jendela. Sontak aku terkejut, Vendi datang dengan membawa gadis semampai, nampak cantik dengan rambut basah, celana jeans biru kuyub selutut dan yang paling aku cermati adalah senyum merekah seorang sahabat karib, seakan hujan sore ini tak berarti dengan paras bahagia yang dipancarkan sahabat kita ini.
Dikenalakannya padaku seorang gadis manis berparas mirip sekali dengan paras sahabat kita Vendi, hampir kerut pipinya sama persis dengannya, jangutnya seperti janggut dewi Kamaratih dalam tokoh pewayangan.
Perkenalakan, Ulie, belahan hati yang aku temukan dari Pemalang, yang terbaik diantara yang baik, Tuhan mempertemukan kita dari perkumpulan fans S07 di Pekalongan. Dia lah yang mau menerimaku apa adanya, segala kurang dan lebihku, ini lah jawaban dari segala ikhtiarku, tak sedikitpun aku akan menyia-nyiakan mutiara dunia ini. Aku sangat mencintainya kawan.”
Sahabatku Yongki, aku yakin kau akan turut bahagia mendengarnya, sama sepertiku saat aku menatap wajah mereka yang penuh kasih sayang, berbagi cerita, berbagi duka dan suka. kelihatannya harus kita jaga untuk selamanya. Ini lah dongeng kecil di tengah hujan sore ini. Semoga ada dongeng-dongeng selanjutnya diantara kita bertiga.

Jambrunk, 25 oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar