Minggu, 22 September 2013

Superman is Dead

Jika harus bebicara seputar musik, maka hal yang paling disoroti adalah selera. Seperti menu makanan yang memiliki beraneka jenis dan beragam bentuk yang dikemas dengan suara yang mengandung nilai estetik tertentu. Begitulah musik yang merupakan menu makanan yang hampir setiap hari dikonsumsi setiap individu. Selera setiap individu pada saat-saat tertentu memilki kecenderungan berubah-ubah sesuai dengan mood atau kondisi perasaan masing-masing. Terkadang selera yang muncul dalam diri dapat diidentikan dengan karakter pribadi setiap individu tersebut. Kali ini tidak ada hubungan sama sekali dengan bentuk fisik yang

Jumat, 20 September 2013

Kata Mereka

Kata Paman, laki-laki itu tidak boleh cengeng. Harus tegar dan mampu membawa diri. Harus pintar dan berani mengambil keputusan. Aku terlahir untuk menjadi seorang pemimpin, sebagai laki-laki, untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Jika pemimpin sudah limbung lantas mau dikemankan makmum mereka. begitu kiranya aku saat ini.
Kata Bibi, jika dengan pena kmu bisa hidup, untuk apa dengan cangkul dan sabit? Tak usah hiraukan masa lalu dan anggap saja sebagai pedoman untuk memperbaiki diri. Jika orang tuamu tidak berpendidikan tinggi, itu bukan salah mereka. itu adalah murni dari takdir Tuhan, jika tidak, bayangkan mana ada orang yang tak mau berilmu tinggi untuk menaikkan harkat dan martabat dirinya.

Ibu Kami Kembali Pergi

Hari ini, Sabtu 21 September 2013, kami dipaksa untuk kembali merasa kehilangan sesuatu. Dini hari tadi, saya dan Dwi harus kembali pada formasi semula. Dimana sepantasnya keluarga dibangun dari beberapa unsur wajib dari kehadiran seorang ayah dan ibu, lalu kemudian beberapa anak yang semestinya menjadi berkah kekal dari Yang Maha Kuasa. Begitu kiranya sebuah keluarga dikatakan lengkap dalam proporsi umum masyarakat yang dibesarkan dari kebudayaan yang santun dan kaya akan nilai-nilai luhur.

Kamis, 19 September 2013

Aku dan Kesendirian

Diam-diam aku tersedu sedan. Orang lain adalah monster yang mengerikan, bagiku.
Aku berdiri sebagai entitas yang ada begitu saja.
Maka demikian aku ini snob. Hidup dari kontingensi-kontingensi yang menjemukan, tragis,dan membunuh. Substansi continue bergerak dlm ketiadaan.
Kesendirian adalah abadi. Tidak ada sama sekali yang mempengaruhi dan dipengaruhi.
Kesadaran menindak kesendirian itu nihilisme, seperti kematian Tuhan.
Setelah aku bersedu sedan, tulang-tulangku lebur dalam evaporasi yang hebat.
Lunglai, gontai, dalam nihilisme, absurditas, ada dan ketiadaan.

Senin, 16 September 2013

Siapkah untuk Menjadi Seorang Sarjana Sastra?



Entah bagaimana mulanya, pemikiran seperti ini terbesit di atas kepala yang mulai memanas dengan segala macam kesyahduan tugas akhir perkuliahan yang disebut Skripsi. Akan tetapi bukan itu yang akan saya bahas namun kesediaan mengemban gelar Sarjana Sastra yang sebagaimana mestinya, membuat otak saya berhenti bekerja barang sejenak. kesiapan untuk benar-benar siap menjadi seorang akademisi kesusastraan yang tidak hanya mencakup muatan sastra lokal namun sudah merambah pada sastra lintas benua, yaitu Sastra Prancis. sekalipun nantinya yang trsemat adalah gelar Sarjana Sastra dalam lingkup umum, akan tetapi rasa tanggung jawab yang berat sudah pasti berada pada pundak seorang mahasiswa yang menempuh studi selama lebih dari 4 tahun bergelut dengan kesusastraan Prancis.

Hari Kelahiranku



Aku terlahir pada tanggal 25 Maret 1991. Aku terlahir disebuah desa kecil yang merupakan pinggiran pantai sebelah utara pulau Jawa, yaitu kota Pati. Kota yang menjadi bagian dari wilayah Jawa Tengah  adalah kota kecil yang memang menjadi karesidenan untuk beberapa kota disekitarnya. Aku terlahir di desa Bumi Harjo, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati. Aku terlahir dari hasil pernikahan ayah dan ibuku yang bernama ayah Sujono dan Ibu Tasripah. Mereka dipertemukan tuhan pada tahun 1989. Ayahku berasal dari desa Bumi Harjo dan Ibuku berasal dari desa Tawang Rejo, sebuah desa yang letaknya bersebelahan dengan desa ayahku. Diantara kedua desa tersebut hanya dipisahkan oleh bentang sawah yang berjarak kurang lebih 2km.

Dear Diary




Dear diary

Perjalanan hidup memang tak seindah yang kita bayangkan. Tak semanis yang kita rasakan seperti ketika kita sedang menikmati sebotol madu yang diambil langsung dari kerajaan lebah. Tidak ada seorangpun yang mampu mengetahui apalagi memprediksi apa-apa yang akan kita alami. Peristiwa demi peristiwa mengalir begitu indah dengan kejutan batin dan bahkan menohok sampai dalam relung-relung hati.

Rabu, 04 September 2013

Sahur Terakhir


Ramdhan ini adalah ramadan yang penuh dengan simbah tangis antara kebahagiaan dan haru biru kepedihan. Bagaimana tidak jika penantian yang sekian lama dinanti olehku dan saudara perempuanku. Penantian yang begitu kering akan dahaga kasih sayang orang tua. Sebagimana mestinya yang kita berdua dapatkan selayaknya keluarga bahagia namun Tuhanku menidakkan. Tuhanku adalah Tuhan kita penentu segala kejadian yang telah berlalu dan akan terjadi. Akan tetapi kepedihan kita bukan kepedihanmu atau juga kepedihan kalian. Dahaga kami bukan seperti dahaga kalian, yang mungkin bisa lebih kering kerontang daripada kami. Kesyukuran kami jika dinilai dari titik nol maka kesyukuran kami berada pada titik minus.

Aqiqoh untuk Romansah


Aku berterus terang saat menulis artikel ini sedang mengalami lupa yang memalukan. Bagaimana tidak kalau saya lupa akan arti Aqiqoh yang pada hari ini keluarga kami melaksanakan proses yang bisa dikatakan sebagai pemalakan kepada orang tua yang disahkan oleh agama. Urusan palak-memalak yang meminta orangtua dua ekor kambing sebagai pemenuh kewajiban memiliki anak laki-laki seperti saya. Kali ini saya tidak ingin membahas tentang emansipasi wanita yang menginginkan kesetaraan hak akan 1 ekor kambing yang hanya ia dapatkan dari orang tua. Tidak ada alasan pasti dari ketentuan agama mengapa jumlah kambing yang dikorbankan berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Air Mata Kebahagiaan Adalah Sebenar-benarnya Kebahagiaan


Di hari terakhir puasa ini aku terus menulis. Entah bagaimana mulanya aku tak tahu jemari tangan dengan cepat mentransformasikan perintah dari gerakan Neuron-neuron otak menjadi tulisan. Mungkin sebagai tanda dimana aku sedang bungah-bungahnya atau memang aku teramat bungah. Sejak sekarang aku akan benar-benar paham yang sebetulnya terjadi bahwa air mata yang jatuh di setiap pelupuk mata adalah sama. Iya memang benar adanya, air mata yang dijatuhkan untuk sebuah kepedihan dan kebahagiaan ada sama kuatnya. Kebanyakan orang menganggap bahwa airmata kepedihan lebih sangat mengiris perasaan atau lebih mengena dalam hati karena sebab musabab kedatangan air mata itu dari sesuatu yang menyesakkan hati. Manusia akan lebih mengeluh dan memprotes tentang datangnya kabar kepedihan yang menimbulkan jatuhnya air mata. Hal ini Nampak wajar adanya karena kesediaan seseorang akan kepasrahan kepada Sang Pencipta sangat rendah. Rasa syukur yang seharusnya menjadi pijakan utama dalam menjalani cobaan atau ujian kepedihan yang datang tidak ditempatkan pada posisi sebagaimana mestinya.

Sandiwara Sangkan Paraning Dumadi


Masa transisi dimana seseorang beradaptasi dengan suatu lingkungan baru yang jauh berbeda membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Apalagi yang berurusan dengan seluruh kehidupan seseorang (Habitual action) yang memungkinkan mereka untuk mengubah seluruh apa yang sudah mereka tekuni selama bertahun-tahun. Tidak perlu yang muluk-muluk, cukup seperti masa dimana seorang mahasiswa seperti saya ini yang mudik ke kampung halaman dan menghabiskan waktu bermingu-minggu hanya untuk sekadar bercengkrama dengan sanak keluarga. Sekalipun nampaknya tidak berpengaruh besar sebagai penentu masa depan namun katidaknyamanan yang saya rasakan mulai menggerogoti pikriran dan ketenangan hati. Bagaimana tidak jika hampir setiap masyarakat memandang dengan asumsi yang sebegitu tinggi sesuai dengan apa yang mereka inginkan dari seorang mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agent of change.

Salam dalam konteks beragama dan berketuhanan


Salam berarti bagaimana kita memaknai esensi diri dalam kedamaian dan keselamatan atas rahmat Tuhan yang terpuji atas segala sesuatu yang bersinggungan denganNya. Salam berarti islam yang menyediakan diri untuk berpasrah sepenuhnya atas kehendak Tuhan yang maha Rohman dan Rohim. Salam berarti mendamaikan diri dalam kehangatan cinta kasih islam sebagi jalan menuju ketuhanan. Salam tidak sama sekali mengeraskan diri dengan sekitar, masyarakat dalam kemajemukan, kemajuan jaman yang bertentangan dengan idelogi keagamaan, apalagi dengan sesama pemeluk islam yang beda pendapat. Jika memang merespon atau menjawab keberadaan salam adalah wajib atau sebuah keharusan bagi sesama pemeluk islam maka kewajiban menjawab harus dengan kedamaian dan cinta bukan dengan kekerasan, pukulan, pengrusakan, penjarahan dll.