Kamis, 18 Juli 2013

Apresiasi Karya Sastra Novel yang Berjudul “La Nuit Sacrée” karya Tahar Ben Jelloun



1.      Autobiografi Tahar Ben Jelloun

Tahar Ben Jelloun lahir di kota Fes, Marocco, pada tanggal 1 Desember 1944. Dia adalah seorang penulis Marroco. Sekalipun Ben Jelloun berbahasa Arab sebagai bahasa Ibu, namun ia menggunakan bahasa Prancis pada setiap karya-karyanya.
            Ben Joullen menempuh pendidikan di Lycée Regnault (setarap dengan SMA) di kota Tangier, Marocco, sampai Ia usia 18 tahun. Ben Joullen meneruskan pendidikannya di bidang Ilmu Filsafat pada Universitas Muhammed V di Rabat. Disitulah Taher membuat puisi untuk pertamakalinya yang berjudul Hommes Sous Linceul de Slience, 1971.
            Setelah menyelesaikan pendidikannya itu, Ben Jelloun bekerja sebagai tenaga pengajar di Marocco. Ia mengajar filsafat untuk pertamakalinya di Tétouan dan kemudian pindah di Cassablanca. Taher memutuskan untuk meninggalkan Marocco pada tahun 1971 dan kemudian menetap di koata Paris untuk melanjutkan gelar doctoral pada bidang psikologi dan mulai menulis kembali.
            Mulai tahun 1972, Ben Jelloun menulis artikel dan berita untuk majalah Prancis Le Monde. Dan pada tahun 1975, dia menerima gelar doctor psikologi social. Dengan menggunakan semua pengalaman dan inspirasinya, Taher berhasil menulis buku La Réclution Solitaire in 1976.

Pada tahun 1985, Ben Jeullon menerbitkan novel L’enfant de sable, dan dia mendapatkan penghargaan Le prix Goncourt pada tahun 1987 untuk novelnya yang berjudul La Nuit Sacrée. Selain itu pula, Taher mendapatkan Reward Prix Ulysse pada tahun 2005, penghargaan “Price and friendship between people” pada tahun 2005, penghargaan yang diberikan oleh Nicolas Sarkozy Légion d’honeur pada 2008.
Dalam novelnya yang berjudul L’enfant de Sable dan La Nuit Sacrée diterjemahkan dalam 43 bahasa.

2.      La Nuit Sacrée

            Novel Lanuit Sacrée adalah karya tulis Taher Ben Jeullon pada tahun 1987 yang diterbitkan oleh Cadre Rouge untuk pertamakalinya. Setelah penerbitan novel tersebut Taher mendapatkan penghargaan Le Prix Goncourt pada tahun yang sama. Novel ini merupakan kelanjutan L’Enfant de Sable yang diterbitkan pada tahun 1985.
            Dalam L’enfant de Sable, Tahar Ben Jeullon memberikan uraian tentang seorang pendongeng yang menceritakan kisah Ahmed. Seorang gadis kecil asal Marocco yang mempunyai seorang ayah yang memilih menghabiskan seluruh hidupnya dengan seorang laki-laki (homo). Seorang ayah yang mempunyai kelainan seksual seperti mempunyai sifat kewanitaan yang lebih dominan.
            Dalam novel La Nuit Sacrée menceritakan bahwa kisah ini adalah sebuah kenyataan yang pernah dialaminya sendiri. Hal ini diungkapkan oleh Ahmed setelah kematian ayahnya pada malam 27 Ramadhan (La Nuit Sacrée) malam yang suci. Ahmed memutuskan untuk menjadi seorang wanita dan memutuskan untuk meninggalkan segala identitas kejantanannya. Ia meninggalkan semua kenangan buruk yang ada sebelumnya. Antara kedua novel ini saling berkaitan, antara L’Enfant de Sable dan La Nuit Sacrée yang merupakan rangkaian cerita yang saling berurutan.

3.      Resume Novel La Nuit Sacrée
Après avoir enterré son père, la narratrice quitte sa famille, et décide de parcourir le Maroc afin de découvrir son identité en tant que femme. Elle rencontre d'abord un prince, qui l'enlève sur son cheval et l'emmène dans un pays enchanté. Elle commence à le découvrir, mais le conte est interrompu et elle doit fuir. Les passages oniriques, très empreints du monde du conte, sont fréquents dans ce roman. Après avoir quitté le prince, le retour à la vie réelle est brusque pour la narratrice : elle fait une mauvaise rencontre dans un bois, et se fait violer.
Elle arrive ensuite à Agadir. En allant au hammam, elle y fait la rencontre de l'Assise, la femme qui tient la réception. Celle-ci la prend en pitié et l'invite à venir vivre chez elle. Elle lui demande de tenir compagnie à son frère, le Consul, qui a perdu la vue lorsqu'il était enfant. Il apparaît rapidement qu'il s'agit d'un couple étrange, aux relations presque incestueuses. Le Consul et la narratrice commencent une relation. L'Assise ne pouvant le supporter, elle décide de se venger de la jeune fille, et retrouve son oncle, lequel vient jusqu'à Agadir pour l'accuser de mensonge, et de vol de l'héritage familial. La narratrice le tue violemment.
Envoyée en prison, elle ne témoigne jamais du moindre regret quant à son meurtre, considérant qu'elle ne fait que réparer l'injustice de la société marocaine. Avec un bandeau sur les yeux, elle s'entraîne à vivre comme une aveugle. Elle s'évade de sa prison par ses rêveries incessantes, où elle devient princesse ou bien sainte. Cependant, elle est aussi agressée par ses sœurs : elles l'ont retrouvée, et lui en veulent toujours d'avoir tenu le rôle aisé du garçon dans leur famille. Lors d'une scène particulièrement barbare, elles lui cousent les lèvres du vagin.
Les dernières pages du livre, la narratrice est libérée et se rend jusqu'à la mer. Là-bas, elle entre dans une maison blanche, apparue dans la brume.
4.      Terjemahan
Setelah memakamkan jasad ayahnya, Ahmed (tokoh utama) meninggalkan keluarganya dan memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Maroko untuk menemukan identitasnya sebagai seorang wanita. Untuk pertama kali dia bertemu dengan seorang pangeran, yang mengambil kudanya dan membawanya ke negeri yang penuh dengan dunia mistery (Ghoib). Dia mulai menemukan apa yang diinginkannya, namun kisah tersebut putus ditengah jalan dan dia harus melarikan diri. Kisah-kisah yang terlewati seperti mimpi, sangat identik dengan dunia cerita dalam novel ini. Setelah meninggalkan sang pangeran dan kembali ke kehidupan nyata, ia kembali pada kehidupan yang keras. Dia menemukan kejadian buruk ketika berada di hutan dan hanya kekerasan yang didapatkannya.
Kemudian ia datang ke Agadir. Lalu pergi ke hammam dan berkenalan Assisi, wanita yang menjadi penerima tamu atau receptionis. Ia terlihat kasihan dan wanita itu mengajaknya untuk tinggal bersama dirumah Assisi. Assisi memintanya untuk mengurusi perusahaan dengan saudara laki-laki Assisi, seorang konsultan yang kehilangan penglihatannya ketika ia masih kanak-kanak. Laki-laki itu menyangka dengan cepat bahwa ini adalah pasangan yang aneh,  yang mendekati hubungan sedarah. Konsul dan “Ahmed’ memulai suatu hubungan. Assise tidak meneyetujui hubungan tersebut karena cemburu. Dia memutuskan untuk membalas dendam pada gadis itu, dan menemui pamannya yang datang ke Agadir untuk menuduh gadis itu berbohong, dan ingin mencuri warisan keluarga. Dan gadis muda itu membunuh Assise dengan kejam.
Dia dijebloskan ke penjara, dia tidak pernah menunjukkan penyesalan sedikit pun atas pembunuhan itu, mengingat bahwa dia hanya memperbaiki ketidakadilan masyarakat Maroko. Dengan ikat kepala yang ditaruh sebagai penutup mata, dia dilatih untuk hidup sebagai seorang yang buta. Dia melarikan diri dari penjara oleh khayalan yang tak terbendung dimana ia harus menjadi seorang putri atau orang suci. Namun demikian, ia juga didedesak oleh adik-adiknya: mereka menemukan dia, dan dia selalu diminta untuk memegang peranan sebagai anak laki-laki dalam keluarga mereka. Sehingga samapai pada adegan biadab, mereka menjahit bibir vaginanya.
Halaman-halaman terakhir dari buku ini
, ia dilepaskan dan pergi ke laut, disana, ia memasuki rumah putih yang nampak dalam kabut.
5.      Apresiasi
Untuk mengapresiasi karya Taher Ben Jeullon yang berjudul La Nuit Sacrée, Apresiator menggunakan pendekatan Sosiopsikologis. Dimana pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang berusaha memahami latarblakang kehidupan social budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zaman pada masa penciptaan karya sastra tersebut. Menurut Apresiator, karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dengan lingkungan atau kebudayaannya.
Novel yang berjudul La Nuit Sacrée ini diambil dari sebuah peristiwa penting dimana suatu malam kematian seorang ayah yang sangat dicintainya itu pada bulan Ramadhan. Bulan dimana penulis yang beragama Islam, menganggap bahwa malam-malam yang berada dalam bulan tersebut adalah suci. Dalam novel tersebut dijelaskan bahwa kematian sang Ayah jatuh pada tanggal 17 Ramadhan pada suatu malam yang dianggap suci. Disamping itu pula, penulis yang mendiskripsikan tokoh Ahmed, pada malam itu juga memutuskan untuk mengubah dirinya menjadi seorang wanita.
Keputusan yang dianggap aneh oleh masyarakat Marcco pada umumnya itu didasari oleh pengalaman pribadi Ahmed sebagai tokoh utama yang sangat suram dan mengerikan. Ditengah kehidupan social masyarakat Marocco yang religious dan sekaligus keras. Tingkat kejahatan dan kekerasan yang sangat tinggi telah menyelimuti kehidupan pengarang pada waktu itu.
Taher Ben Jeullon menulis novel ini sebagai sejarah hidup yang kelam dari seseorang yang berkeinginan menadapatkan kebahagiaan yang lembut ditengah kerasnya kehidupan social di Marocco. Taher juga menjelaskan dengan detail tentang adanya penyimpangan-penyimpangan seksual yang terjadi ditengah masyarakat di Marocco. Seperti, homoseksual atau penyuka sesama jenis, perkawinan sedarah atau Incest dan segala bentuk kejahatan seksual.
Tokoh-tokoh yang ada dalam novel ini diceritakan oleh penulis dengan begitu unik dan latarblakang yang hamper sama. Mereka diambil dari sebuah potret kehidupan masyarakat menegah kebawah. Dengan segala kekurangan dan keanehan yang dianggap tidak wajar oleh masyarakat normal pada waktu itu, penulis berhasil menggambarkan realita kehidupan yang ada.
Untuk latas setting dalam novel ini diambil dari sebuah masyarakat social Marocco. Dimana kota-kota kecil yang penuh dengan segala kekurangan ekonomi dan kurang dijunjung tingginya nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Tokoh utama yang diceritakan berpindah-pindah tempat untuk menunjukkan ide penulis untuk mengupas keadaan social diberbagai elemen kehidupan masyarakat. Mulai dari setting pedesaan, hutan, kerjaan, kota, penjara, dll.
Tokoh utama dalam novel ini didiskripsikan oleh pengarang bahwa Ahmed mempunyai gangguan kejiwaan. Hal ini disebabkan oleh lingkungan dan kejadian-kejadian yang telah dialaminya. Disamping itu pula, dorongan dari dalam diri sendiri untuk memilih melakukan transgendre menjadikan pembaca tertarik untuk mengikuti alur ceritanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar