Ini adalah tanda. Dimana
manusia itu gemar mengolak-alik buku-buku fiktif. Buku-buku yang abjad-abjadnya
tersusun dari dusta. Setelahnya dipergunakan untuk mengutuk orang, dipergunakan
untuk mengutuk. Lalu, bagaimana pula jadinya jika aku mengikutimu, buku? Atau
akal yang merupakan garis depan berhala modern dan hati yang merupakan cahaya
yang bercampur debu. Ah bukan seperti itu, hati bukan kayak gitu, hati yang
sebegitu itu. Adalah hati yang ngilu, yang berkerja dengan kipas-kipas
keresahan dan jauh dari kemantapan.
Dengan buku-buku kalian
memang mendapatkan sesuatu. Dengan buku-buku memang menjanjikan pembaharuan
pemikiran, cara pandang, dan pembentukan karakter. Sebegitu pula tanpa
mengejwantantahkan siapakah pembuat buku itu, buku adalah sumber dari segala
ilmu. Dan bagiku, yang sebegitu itu, palsu. Aku hidup diantara kemunafikan
tingkat tinggi. Dibalut dengan doa-doa indah seperti pelangi yang mungkin ada
tanpa adanya hujan. Kau ragu? Begini adanya:
Suatu hari, aku menemu
pelangi. Tanpa aku meminta hujan yang sedemikian lebat yang sampai hati membuat
orang-orang disekelilingku resah. Aku menemukan Pelangi diatas lembaran kertas
yang putih, dengan goresan warna-warna semau gerak jari. Lalu aku bertanya,
apakah kita harus menunggu hujan yang mendera pelupuk dahulu lalu kita bisa
menemu pelangi? Dan ketegasan untuk menjawab "tidak" adalah hal yang
paling mudah untuk diragukan kebenarannya.
Seperti apa yang diajarkan
buku. Berhala modern itu tak mampu untuk menipuku dengan bayangan-bayangan
samar. Yang menjanjikan untuk mempimpin diri adalah aku sendiri. Seleraku tak
terbatasi dengan benda pasih yang mengkerdilkan megahnya kerajaan kepala dan
hati. Ayat-ayat yang tertulis bukan berarti ayat yang kebenarannya sempurna.
Aku menemu ayat-ayat yang tidak mampu untuk diintrepretasikan oleh buku.
Namun, benteng terakhir yang
masih bisa kita andalkan adalah hati. Ketika otak tak mampu untuk menerjamahkan
apa yang kita serap dari buku, maka hati adalah pilihan terakhir yang mampu
berbicara. Bagiku, hati adalah dinding antara kebenaran dan kemunafikan tingkat
tinggi. Yang tidak dapat dirasakan dengan panca indra, itu lah yang samar dan
perlu dikaji ulang. Oh kemalangan jiwa, begitu rahasiakah duni ini untuk kita?
Oh, bukan kita, bukan. Duniaku sendiri dengan kedalam jiwaku sendiri, yang
palsu dan penuh kemunafikan.
Aku berdoa dengan yang goib,
yang tak tertuliskan oleh siapapun. Yang tak teruraikan dalam buku fiksi atau
non fiksi. Aku bersumpah, aku tak ingin menjadi penulis ataupun sastrawan. Aku
ingin menjadi pengemis dalam rangkaian kata, aku ingin menjadi budak kata-kata
indah yang ada dalam doa, buku, dan
hati. Aku ingin menjadi bodoh yang tak lagi dibodohi oleh apapun. Aku
ingin menjadi gila yang tak ditipu oleh kegilaan yang dibuat-buat. Aku ingin
menjadi kepalsuan yang tak akan pernah menemu kebenaran. Aku ingin menjadi
bebal yang kemudian pola berpikirku tak ditiru oleh orang lain dan tak
dipergunakan untuk menggurui orang bebal berikutnya.
Jika aku hidup dari
buku-buku, maka aku adalah snob dan juling. Jika aku besar dari doa-doa maka
aku adalah harapan buram. Jika aku selalu mengandalkan hati sebagai senjata
terakhir, maka setelahnya aku tak akan hidup. Karena kematian hati adalah
endapan yang bersekala lampau yang mampu menyemburkan api yang dingin. Persetan
dengan pandangan-pandangan palsu. Buku adalah berhala modern, doa adalah
ketidak pastian harapan, dan hati adalah aku yang bebal, sungguh!
12/05/14
Romansah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar