Bagaimana aku mampu?
Dengan cara menjawab aku
pasti mampu. Tidak ada pengotakan cara pandang yang membuat kita kerdil untuk
mencari solusi. Solusi dari apapun, dari segala macam hambatan, halangan, atau
beban yang mempu menyudutkan kita untuk tidak mampu bergerak.
Seperti cara menulis
seseorang yang susah dipahami menjadi mudah dipahami. Dengan latihan yang terus
menerus dan semangat untuk konsiten menjaga niat, semua pasti mampu. Seberapa
jauh tataran mampu untuk seseorang, itu semua memiliki prespektif yang berbeda.
Perbedaan ini ditengarai oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantara
lain adalah faktor penilaian dr orang lain, faktor penilaian dr diri sendiri,
faktor lingkungan, dll.
Selalu aku katakan Mampu. Dan
memang pada hasilnya juga mampu. Mampu untuk menilai diri sendiri, mampu untuk
menilai orang lain, mampu untuk menemukan solusi, mampu juga untuk menerima
pendapat jika aku tak mampu.
Bagaimana aku bisa mampu? Dan
akan selalu kujawab dengan aku mampu. Tidak ada yang tidak mampu aku lakukan
didunia ini kecuali yang berurusan dengan pencipta Mampu. Yang bersinggungan
dengan sang Maha Mampu, aku tak mampu.
Seberapa jauh kamu mampu? Dan
akan aku jawab dengan seberapa jauh kamu mampu memahami tulisanku. Memang aku
tidak pernah memaksakan bahwa kamu harus mampu untuk mengerti apa yang aku
maksudkan. Sederhananya adalah ketika kamu mulai untuk melihat kerumitan
sebelum kemudahan-kemudahan yang akan kamu temukan, maka kamu akan menemu aku.
Sekalipun pada kenyataannya tulisanku tak tertata rapi dalam struktur aturan
baku, namun aku mencoba mampu untuk menerima kegelisahan tulisanku. Diantara
subjek-subjek yang berantakan selalu ada makna-makna tersamarkan. Diantara
sampah-sampah yang terkumpul di ruang kecil, domain tak berbayar, ada
kisah-kisah yang bergayung sambut antara subjek dan objek.
Seberapa jauh kamu mampu?
Seberapa jauh pula dirimu untuk berusaha. Ketidak mampuan itu hanya diciptakan
sebagai penamaan oposisi saja. Oposisi dari nilai sudah termaktub dalam budaya
yang terpelihara dan adanya "tidak mampu" hanya untuk pelengkap, agar
timbul keserasian.
Nothing is imposible adalah
bentuk tidak adanya "ketidak mampuan" awalnya. Sama seperti adanya
kisah adam yang mulanya tercipta sendiri dan hawa yang diciptakan sebagai
pelengkap dari adam. Begitu kiranya kata "mampu" yang dahulu tercipta
untuk menilai proses dari apa yang sudah kita usahakan. Apa yang sudah kita
kerjakan sejauh mana itu, disitulah mampu. Namun, jika mampu itu telah diimbuhi
rasa, maka akan berbeda makna sesuai konteks yang ada.
Rasa mampu yang gaungnya
sangat kentara di telinga kita adalah nilai-nilai yang diambil dari budaya
jawa. Antara "rasa mampu" dan "mampu merasa" dikemas
menjadi satu kata "Rumangsa" dalam bahasa jawa. Begitu lah hakikat
kata yang mendapat imbuhan kata lain yang mampu untuk mengubah makna yang
terdahulu. Sama seperti individu yang mendapatkan campurtangan individu lain,
akan berbeda hasilnya daripada individu itu bergerak sendirian.
Sekarang, kembali pada
pembahasan "Apa itu mampu?". Tataran atau ukuran kemampuan itu akan
terasa umum dan cenderung relatif. Ketidakpastian ukuran adalah bentuk identik
dari mampu itu sendiri. Secara epistimologis, kata mampu tidak dapat disamakan
dengan kata bisa. Hal ini disebabkan "bisa" mempunya banyak makna
yang dipergunakan sesuai konteks tanpa menambah kata apapun. Namun, jika mampu,
yang berdiri sendiri itu akan menunjukkan satu makna yang jelas namun ukuran
tataran yang masih kurang pakem.
Mampu, akan benar-benar
hakiki jika tidak berhenti. Setelah mampu harus continue untuk melanjutkan atau
mencapai mampu, mampu, dan mampu berikutnya. Mampu itu continuitas, seperti
dialektika yang terus menerus berproses. Sekalipun setelah mampu itu kemudian
menemu ketidak mampuan, itu lah mampu yang benar-benar hakiki. Mampu yang tidak
mampu adalah point dari segala mampu dan intisari dari segala ketidakmampuan.
Februari, 2014
Eko Romansah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar