Senin, 12 Mei 2014

Apa Itu Mampu?

Bagaimana aku mampu?

Dengan cara menjawab aku pasti mampu. Tidak ada pengotakan cara pandang yang membuat kita kerdil untuk mencari solusi. Solusi dari apapun, dari segala macam hambatan, halangan, atau beban yang mempu menyudutkan kita untuk tidak mampu bergerak.

Seperti cara menulis seseorang yang susah dipahami menjadi mudah dipahami. Dengan latihan yang terus menerus dan semangat untuk konsiten menjaga niat, semua pasti mampu. Seberapa jauh tataran mampu untuk seseorang, itu semua memiliki prespektif yang berbeda. Perbedaan ini ditengarai oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantara lain adalah faktor penilaian dr orang lain, faktor penilaian dr diri sendiri, faktor lingkungan, dll.


Selalu aku katakan Mampu. Dan memang pada hasilnya juga mampu. Mampu untuk menilai diri sendiri, mampu untuk menilai orang lain, mampu untuk menemukan solusi, mampu juga untuk menerima pendapat jika aku tak mampu.
Bagaimana aku bisa mampu? Dan akan selalu kujawab dengan aku mampu. Tidak ada yang tidak mampu aku lakukan didunia ini kecuali yang berurusan dengan pencipta Mampu. Yang bersinggungan dengan sang Maha Mampu, aku tak mampu.

Seberapa jauh kamu mampu? Dan akan aku jawab dengan seberapa jauh kamu mampu memahami tulisanku. Memang aku tidak pernah memaksakan bahwa kamu harus mampu untuk mengerti apa yang aku maksudkan. Sederhananya adalah ketika kamu mulai untuk melihat kerumitan sebelum kemudahan-kemudahan yang akan kamu temukan, maka kamu akan menemu aku. Sekalipun pada kenyataannya tulisanku tak tertata rapi dalam struktur aturan baku, namun aku mencoba mampu untuk menerima kegelisahan tulisanku. Diantara subjek-subjek yang berantakan selalu ada makna-makna tersamarkan. Diantara sampah-sampah yang terkumpul di ruang kecil, domain tak berbayar, ada kisah-kisah yang bergayung sambut antara subjek dan objek.

Seberapa jauh kamu mampu? Seberapa jauh pula dirimu untuk berusaha. Ketidak mampuan itu hanya diciptakan sebagai penamaan oposisi saja. Oposisi dari nilai sudah termaktub dalam budaya yang terpelihara dan adanya "tidak mampu" hanya untuk pelengkap, agar timbul keserasian.

Nothing is imposible adalah bentuk tidak adanya "ketidak mampuan" awalnya. Sama seperti adanya kisah adam yang mulanya tercipta sendiri dan hawa yang diciptakan sebagai pelengkap dari adam. Begitu kiranya kata "mampu" yang dahulu tercipta untuk menilai proses dari apa yang sudah kita usahakan. Apa yang sudah kita kerjakan sejauh mana itu, disitulah mampu. Namun, jika mampu itu telah diimbuhi rasa, maka akan berbeda makna sesuai konteks yang ada.

Rasa mampu yang gaungnya sangat kentara di telinga kita adalah nilai-nilai yang diambil dari budaya jawa. Antara "rasa mampu" dan "mampu merasa" dikemas menjadi satu kata "Rumangsa" dalam bahasa jawa. Begitu lah hakikat kata yang mendapat imbuhan kata lain yang mampu untuk mengubah makna yang terdahulu. Sama seperti individu yang mendapatkan campurtangan individu lain, akan berbeda hasilnya daripada individu itu bergerak sendirian.

Sekarang, kembali pada pembahasan "Apa itu mampu?". Tataran atau ukuran kemampuan itu akan terasa umum dan cenderung relatif. Ketidakpastian ukuran adalah bentuk identik dari mampu itu sendiri. Secara epistimologis, kata mampu tidak dapat disamakan dengan kata bisa. Hal ini disebabkan "bisa" mempunya banyak makna yang dipergunakan sesuai konteks tanpa menambah kata apapun. Namun, jika mampu, yang berdiri sendiri itu akan menunjukkan satu makna yang jelas namun ukuran tataran yang masih kurang pakem.

Mampu, akan benar-benar hakiki jika tidak berhenti. Setelah mampu harus continue untuk melanjutkan atau mencapai mampu, mampu, dan mampu berikutnya. Mampu itu continuitas, seperti dialektika yang terus menerus berproses. Sekalipun setelah mampu itu kemudian menemu ketidak mampuan, itu lah mampu yang benar-benar hakiki. Mampu yang tidak mampu adalah point dari segala mampu dan intisari dari segala ketidakmampuan.


Februari, 2014

Eko Romansah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar