Rabu, 22 Mei 2013

kata-kata untuk calon wakil terpilih No. 2

Aku berlindung atas nama harta dan tahta, atas nama kehendak yang dikehendakkan. Aku berketuhanan dan sekaligus menuhankan. Aku bersabda maka mereka tak mampu apa-apa, aku berkelana maka sekutuku berpura-pura, aku berburu maka sebaris perawan menyumbat kelaminku.
Aku adalah raja dari para brahmana, kasta dari kaum yang terpelajar, yang terdidik dan akan sekaligus menjadi pendidik. Aku penguasa dari segala nilai dan norma, aku adalah maha guru dari jajaran guru dan calon guru. Aku tak perdulikan kualitas dan kuantitasku! Karena mereka berada dibawah kehormatan kaki-kakiku.

Aku ini adalah pengusa tunggal, dibangun dari calon pemimpin tunggal, yang terpilih, yang kupaksa memilih dan orang lain harus tersisih. Tuhanku maha manunggal dan aku harus meraih suara tunggal. Aku adalah satu, dari periode ke-satu dan akan menggenggam satu periode berikutnya.
Aku ingin menangis, bercerita, lantas tertawa.
Aku ini manusia budi, yang tak ingin dikendalikan birahi. Aku ini insan kamil yang ditempa segumpal niat dan tanggungjawab, dibakar dengan tungku nilai-nilai, dibilas dengan norma dan agama. Ini lah aku, bak pusaka raja yang beraura dan penuh wibawa. 
Aku hanya ingin dikenang! Lantas diharumkan. Aku ingin menjadi yang lain dari yang lain-lain. Maka aku membuat satu kebijakan, yang kuanggap sebagai trobosan. Kutitahkan, seluruh rakyatku, dari segala penjuru untuk saling mengerti dan memahami alam dan lingkungan, yang berkeharusan harmonis dalam jerat-jerat KONSERVASI.
Seperti menabur umpan dalam kolam, semua penjuru berseru, menyucikan titah maha guru. Seluruh elemen digarakkan, semua jajaran dikumpulkan, membawa perintah suci! Konservasi.
Ini lah kerajaan kecilku, bergerak berderu dan padu. Bangunan-bangunan kutinggikan, bibit-bibit pohon ku(Perintah) tanamkan! Segala jenis pembakaran menjadi terlarang, sesanak saudara dari polusi kumusnahkan. Drynase kubangun! Taman istana kupercantik! Secantik Kalpataru dalam kaca almariku.
Oh sungguh sengsara, aku melihat kehancuran atau bisa jadi keberuntungan. Aku samar-samar menemu, kepantasan budi atau semacam keberuntungan kodrati. Aku tak tahu, aku tak tahu, aku benar-benar tak menahu.
Terdengar kabar, negara kota sedang gonjang-ganjingnya. Ribut berebut pasangan, dari ketidak cocokan sampai kurangnya dana pemasukan. Si merah dan si biru berseteru, awalnya aku tak mau tahu.
Aku tetap pada niat dan tujuanku, ibarat berenang sudah kepalang basah, konservasi mulai membawa angin kesegaran sekalipun menelan banyak anggaran, ah, apa urusanku! Biarpun kuperas orangtua mahasiswa baru, aku sudah dapatkan kalpataru. Aku tak mau Adipura, karena disan tak disematkan namaku, tak ada guna.
Tempo lalu, aku berhajat! Bisa saja buang-buang hajat, ataupun mengadakan hajatan. Semua bisa, apapun itu, kulakukan sekehendakku. Aku gemar kemewahan, oh kurang tepat, kecanduan. Hari jadi kerjaanku harus dirayakan. Aku ingin pulau sabrang mengendus hajat ini, maka aku mengundang. Tak terkecuali orang nomor 1 di negara kota ini.
Seperti pertemuan seorang Gubernur dan calon wakilnya pada pemilihan berikutnya, ah, aku mengigau, bukan! Aku hanya seorang raja! Raja yang dibawah kakinya, aku hanya penguasa disebuah departemen yang terdidik. Wilayahku hanya di sepucuk bukit, hanya ada tujuh fakultas, oh aku tak pantas! Aku lancang, aku lancang mengandai-andai. Tapi aku ingin! Oh bukan, ah siapa tahu?
Celaka 12! Benar yang kuduga! Aku dipinang yang Mulia, aku berlinang airmata. Sungguh aku tak mampu, tak ingin meninggalkan rakyatku dengan segala kebijakan yang ada. Apa jadi? Bila aku kalap dengan tahta, dikhilafkan harta. Oh, aku tak ingin ejakulasi, tidak! Tapi Yang Mulia mengejakulasikanku secara dini dari istanaku, rakyatku, visi dan misi yang kepalang basah. Aku gundah! Jika nanti aku tak jadi, aku terlanjur mengundurkan diri, oh tidak, aku pasti BISSA!          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar