Masa transisi dimana seseorang beradaptasi dengan suatu
lingkungan baru yang jauh berbeda membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Apalagi
yang berurusan dengan seluruh kehidupan seseorang (Habitual action) yang memungkinkan mereka untuk mengubah seluruh
apa yang sudah mereka tekuni selama bertahun-tahun. Tidak perlu yang
muluk-muluk, cukup seperti masa dimana seorang mahasiswa seperti saya ini yang
mudik ke kampung halaman dan menghabiskan waktu bermingu-minggu hanya untuk
sekadar bercengkrama dengan sanak keluarga. Sekalipun nampaknya tidak
berpengaruh besar sebagai penentu masa depan namun katidaknyamanan yang saya
rasakan mulai menggerogoti pikriran dan ketenangan hati. Bagaimana tidak jika
hampir setiap masyarakat memandang dengan asumsi yang sebegitu tinggi sesuai
dengan apa yang mereka inginkan dari seorang mahasiswa yang digadang-gadang
sebagai agent of change.
Tradisi kehidupan mahasiswa selama ini sangat bersebrangan
dengan apa yang diinginkan oleh kebanyakan orangtua atau masyarakat umum. Hal
ini terjadi karena ketidak tahuan orangtua dan minimnya pengawasan orangtua
terhadap anaknya yang stay di laur
kota untuk menyelesaikan studinya ditingkat Universitas. Controlling society
yang minim telah terjadi disekitar kawasan Universitas setempat juga memperngaruhi
perubahan kebiasaan hidup oleh mahasiswa.
Memang jika ditilik dari makna kata Mahasiswa sendiri
seharusnya tidak ada siapapun yang dibutuhkan untuk melakukan controlling
karena Mahasiswa sendiri berarti siswa yang sudah dalam jenjang besar, dewasa,
dan agung. Seharusnya tanpa siapapun, mereka harus mampu untuk memenage dirinya
sendiri sesuai dengan apa yang mereka perlukan. Kemandirian adalah kewajiban
total dari seorang mahasiswa untuk menemukan jati diri yang ada dalam dirinya
untuk menyongsong masadepan, membangun bangsa dan Negara. Namun pada
kenyataannya tidak seperti yang diharapkan bagi kebanyakan mahasiswa yang
sekarang masih dalam proses menyelesaikan studinya. Memang ada beberapa
mahasiswa yang masih mampu membawa diri dengan baik dari kebiasaan malas,
bersenang-senang, dan dari pergaulan bebas. Kebanyakan dari mereka yang mampu
membawa diri dengan baik berasal dari kalangan menengah kebawah atau bisa
dikatakan yang datang dari keluarga yang tidak mampu. Niat mereka untuk urban
dari desa ke kota hanya ingin belajar dengan sungguh-sungguh dan berharap bisa
menaikkan harkat derajat keluarganya. Keterbatasan sarana dan prasarana belajar
sangat menunjang untuk tetap fokus dalam meraih apa yang mereka inginkan. Uang
saku yang cenderung pas-pasan membuat mereka mampu mengatur siklus kehidupannya
dengan baik, seperti anggaran jajan, makan, kluyuran, tongkrongan, dll.
Kondisi seperti diatas sangat berbeda dengan kebiasaan
kehidupan mahasiswa yang bersal dari kelas menengah ke atas. Kecukupan sarana dan
prasarana yang di berikan oleh orangtua mereka tidak dimanfaatkan dan digunakan
sebagaimana mestinya. Mahasiswa yang seperti ini cenderung untuk slow action karena himpitan situasi
tidak sebegitu ketat seperti mahasiswa yang kurang mampu. Peluang untuk menghabiskan
uang untuk sesuatu yang kurang begitu penting dalam bidang akademik sangat
besar. Mereka terlalu terlena dengan waktu yang diam-diam mencekik leher mereka
yang terlampau santai. Kegiatan yang monoton dan sangat sia-sia sangat mungkin
menyelimuti kebiasaan hidup mereka seperti tidur-tiduran di kamar kost,
ngeluyur di malam hari sampai pagi, makan tidak teratur, jadwal belajar
terbengkalai, dan bahkan ada yang terjerumus dalam dunia gelap.
Dengan gamblang saya tuliskan sebagai catatan sejarah hidup
sebagai manis pahit perjalanan saya. Keadaan yang seperti ini sangat mungkin
dirasakan oleh teman-teman mahasiswa yang lain karena sebagai individu saya
berkeharusan mengerti apa yang terjadi dilingkungan sekitar.
Lebaran adalah musim dimana seluruh manusia kembali. Bukan
hanya diartikan sebagai kembali kepada Illahi
namun juga kembali pada sangkan paraning
dumadi (keluarga). Di Indonesia hal yang seperti ini sudah menjadi tradisi
yang dijaga dan dilakukan selama berabad-abad lamanya. Orang-orang yang merantau
untuk berkerja, bersekolah, atau dalam suatu urusan yang lain berkeinginan
kembali kepada keluarga. Sekalipun hanya sekedar bercengkrama dengan sanak
keluarga yang lama tak bertemu berhasil memberikan kenyamanan hati seseorang
yang rindu akan belai kasih dari keluarganya. Namun sekali tidak untuk para
mahasiswa yang bandel dan agak gleyor otaknya. Ketika mereka pulang kerumah
cenderung merasakan ketidaknyamanan berada dilingkungan keluarga yang cenderung
mengikat dengan segala tuntutan orangtua. Hal ini nampak wajar karena sebagai
reward dari apa yang orangtua sudah berikan kepada mereka. Entah dari segi
dukungan, perhatian, fasilitas, biaya yang sangat banyak dll mengharuskan
seorang mahasiwa melaporkan proker selama menempuh studi di laur kota. Kebanyakn
yang terjadi adalah ketidak sesuaian laporan dangan apa yang sebenarnya
dilakukan selama jauh dari orangtua.
Ini lah yang saya maksud dengan masa transisi yang sangat
sulit sekalipun hanya dalam jangka waktu mingguan. Mahasiswa dituntut untuk
melakukan sederetan sandiwara yang menggelitik hati dan pikiran. Sandirwara
yang sibisa mungkin dapat memperlihatkan keadaan se ekor ayam yang kembali
kedalam kandang. Mereka terkurung dengan gerak yang terbatasi dan sudah barang
pasti sangat tidak mengenakkan. Mulai dari bangun pagi, keharusan untuk
beribadah sebagai rutinitas yang sebelumnya terpelihara dilingkungan keluarga, pola
makan yang harus kembali seperti layaknya manusia sehat, dan ini yang paling
menggelikan! Yaitu kesediaan berlama-lama di dalam kamar mandi hanya untuk
menghabiskan sebatang rokok supaya tidak diketahui orangtua bahwa selama ini
anaknya sudah menjadi perokok berat.
Orang bilang, ini jaman edan kalau tidak ikutan tidak
kebagian. Entah bagaimana tuhan menghakimi kehidupan kami selama ini, namun
begini lah yang terjadi. Untuk urusan masa depan semua orang tak akan tahun,
tapi saya yakin dengan hal yang menggelitik ini tidak akan menentukan bahwa
masa depan saya akan buruk hanya karna kenakalan yang menyenangkan ini. hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar