Rabu, 04 September 2013

Air Mata Kebahagiaan Adalah Sebenar-benarnya Kebahagiaan


Di hari terakhir puasa ini aku terus menulis. Entah bagaimana mulanya aku tak tahu jemari tangan dengan cepat mentransformasikan perintah dari gerakan Neuron-neuron otak menjadi tulisan. Mungkin sebagai tanda dimana aku sedang bungah-bungahnya atau memang aku teramat bungah. Sejak sekarang aku akan benar-benar paham yang sebetulnya terjadi bahwa air mata yang jatuh di setiap pelupuk mata adalah sama. Iya memang benar adanya, air mata yang dijatuhkan untuk sebuah kepedihan dan kebahagiaan ada sama kuatnya. Kebanyakan orang menganggap bahwa airmata kepedihan lebih sangat mengiris perasaan atau lebih mengena dalam hati karena sebab musabab kedatangan air mata itu dari sesuatu yang menyesakkan hati. Manusia akan lebih mengeluh dan memprotes tentang datangnya kabar kepedihan yang menimbulkan jatuhnya air mata. Hal ini Nampak wajar adanya karena kesediaan seseorang akan kepasrahan kepada Sang Pencipta sangat rendah. Rasa syukur yang seharusnya menjadi pijakan utama dalam menjalani cobaan atau ujian kepedihan yang datang tidak ditempatkan pada posisi sebagaimana mestinya.

Kini mungkin apa yang aku rasakan sedang berada pada sisi yang bersebelahan atau bahkan bisa saja pada sisi yang beerlawanan. Bukan aku tak mempunyai landasan berpikir dan berpendapat akan adanya sesuatu, namun sebenar-benarnya kejadian yang aku rasakan adalah ketika situasi hening yang penuh kejernihan merasa dan berpikir disitulah bukti kuat bahwa apa yang aku rasakan benar dan benar berbeda dengan yang lainnya. Air mata yang jatuh saat aku merasakan kebahagiaan atas dahaga kasih yang panjang, sangat terasa menyesakkan hati. Air mata yang jatuh berlinang tawa dan kebahagiaan mempunyai Roh yang mampu mendobrak kengiluan hati selama bertahun-tahun. Jika dihitung frekuensi atau intensitas kedatangan airmata kebahagiaan lebih sedikit dibandingkan dengan air mata kepedihan. Namun yang biasanya jarang atau langka itu lah yang sebenar-benarnya airmata.
Kronologinya begini: setelah bertahun-tahun untuk menanti datangnya airmata kebahagiaan harus bermandikan airmata kepedihan setiap harinya. Air mata yang membawa keputus asaan, menyerah dengan keadaan, dan sampai membuat hati seseorang membeku atas apa yang seharusnya benar menjadi sesuatu yang mutlak salah. Disitulah seseorang harus mengalami proses airmata yang memang terasa menyesakkan hidup, mempercepat kematian dan bahkan menumpas habis kekuatan cinta yang ada dalam hati. Seperti usaha mecari kebahagiaan yang sejati, kita harus digodok dan digembleng dalam kawah Condro Dimuko. Sebuah kawah yang berisikan kepedihan, kesengsaraan, kesulitan, sehingga bisa membuat seorang manusia kuat akan datangnya cobaan kepedihan. Kawah ini merupakan hasil bias dari potongan ayat suci Al-Quran ’’Fainnama’al usriyusroo innama’al usriyusroo’’ setelah kesulitan ada kemudahan dan begitu sebaliknya.
Nah, kembali pada pembahasan airmat kebahagiaan yang merupakan bentuk asli dari adanya airmata. Dengan menanti, manusia akan menuai hasil atas kesediaan diri menjaga kesabaran yang panjang. Kesabaran yang tanpa henti, tak terbatas, yang timbul tenggelam akan menanti datangnya airmata kebahagiaan.
Air mata ini, ika jatuh disaat kita sudah merasa dahaga kebahagiaan, maka yang terjadi adalah melebihi rasa datangnya airmata kesedihan yang terus-menerus. Untuk menuliskan agaimana perbedaan rasanya, perlu pendalaman yang lebih serius dengan menyelami diri sendiri, masuk dalam diri sendiri atau keluar dari diri sendiri. Semacam rasa yang jika kita harus bersedih, maka kesedihan itu adalah kesedihan yang paling berat dan tiada tanding akan kesedihan sebelumnya, padahal airmata itu adalah airmata kebahagiaan. Jika kita harus merasa senang, maka airtmata kebahagiaan yang datang itu akibat dari sebuah moment dimana telah ditunggu-tunggu selama berthun-tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar