Aku berterus terang saat menulis artikel ini sedang
mengalami lupa yang memalukan. Bagaimana tidak kalau saya lupa akan arti Aqiqoh
yang pada hari ini keluarga kami melaksanakan proses yang bisa dikatakan
sebagai pemalakan kepada orang tua yang disahkan oleh agama. Urusan
palak-memalak yang meminta orangtua dua ekor kambing sebagai pemenuh kewajiban
memiliki anak laki-laki seperti saya. Kali ini saya tidak ingin membahas
tentang emansipasi wanita yang menginginkan kesetaraan hak akan 1 ekor kambing
yang hanya ia dapatkan dari orang tua. Tidak ada alasan pasti dari ketentuan
agama mengapa jumlah kambing yang dikorbankan berbeda antara laki-laki dan
perempuan.
Aqiqoh yang berasal dari bahasa padang pasir itu mewajibkan
kepada setiap orangtua untuk menumbangkan beberapa ekor kambing dalam jangka
waktu yang tidak ditentukan selama mereka masih hidup di dunia. Memang saya
terlihat sangat bodoh dalam urusan ini karena terakhir kali saya belajar tema
ini mungkin saya sedang tertidur. Bisa jadi karena pembahasan ini saya dapatkan
ketika masih kecil maka saya memaklumi diri saya akan ketidak tahuan ini. Hal
yang palin penting adalah saat ini di usia saya yang sudak mencapai 22 tahun
orang tua saya baru diberi kesempatan untuk memenuhi kewajibannya kapada Islam.
Di paragraph yang ketiga ini saya ingin mengoreksi tulisan
ini sebagai sebuah artikel namun lebih tepatnya seperti note atau catatan
harian. Catatan yang saya tuliskan sebagai penanda untuk menyejarahkan hidup
saya sendiri atau bisa digunakan sebagai pengingat akan peristiwa penting yang
terjadi dalam hidup saya. Memang ketika saya membaca ulang tulisan ini sangat
semrawut dengan tata bahasa yang tidak beraturan. Hal ini sebagai penanda akan
adanya kunang-kunang di atas kepala saya karena terlalu banyak berjibaku dengan
daging kambing. Mulai dari prosesi jagal, pemotongan, pengolahan, dan finishing
yang agak terlampau kalap menyebabkan ketidakstabilan membawa kondisi badan.
Entah bagaimana keharusan saya untuk berbahagia atas
pemenuhan hak dari orang tua yang akhirnya terlaksana atau sengaja bersedih
untuk menarik empati orang-orang untuk memberikan belas kasihan. Kami adalah
kata ganti yang tepat untuk mewakili keberadaan saudar perempuan saya yang
memang dalam kondisi yang sama seperti yang sekarang saya alami. Kami terlahir dari kondisi keluarga yang kurang
lengkap dari yang lain. Kemalangan yang sama sekali tak pantas untuk disesali
ini membuat saya yang keras kepala untuk menyimpan sedu sedan dalam-dalam.
Tulang punggung keluarga kami adalah seorang ibu yang perkasa, yang tak pernah
mengeluhkan sesuatu kepada umum, yang selalu bilang ‘’bisa’’ akan segala hal.
Kapasitas beliau yang tidak seberapa banyak mensejajarkan diri dengan kondisi
keluaga pada umumnya telah sedikit demi sedikit mampu memenuhi apa yang menjadi
tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga.
Kami hidup
perkecukupan. Pantang bagi kami untuk tidak mensyukuri nikmat yang diberikan
Tuhan dalam kondisi apapun. Seterpuruk apapun kami akan tetap mengatakn bahwa
kami adalah keluarga yang bahagia, bahkan sangat bahagia. Kami dua bersaudara
yang mampu bersekolah dari keringat ibu yang terkasih ingin sekali mengabadikan
pada dunia bahwa sedikitpun kami tak pernah menyalahkan kodrat Tuhan. Semuanya
sudah diatur sedemikian hebat dari waktu ke waktu. Yang jelas, bahwa hari ini
adalah hari dimana terlaksananya pemenuhan kewajiban ibunda kami untuk
mengaqiqohkan jagoannya dengan 2 ekor kambing. Barokallah ! hehehe
Romansah
25 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar