Rabu, 04 September 2013

Aqiqoh untuk Romansah


Aku berterus terang saat menulis artikel ini sedang mengalami lupa yang memalukan. Bagaimana tidak kalau saya lupa akan arti Aqiqoh yang pada hari ini keluarga kami melaksanakan proses yang bisa dikatakan sebagai pemalakan kepada orang tua yang disahkan oleh agama. Urusan palak-memalak yang meminta orangtua dua ekor kambing sebagai pemenuh kewajiban memiliki anak laki-laki seperti saya. Kali ini saya tidak ingin membahas tentang emansipasi wanita yang menginginkan kesetaraan hak akan 1 ekor kambing yang hanya ia dapatkan dari orang tua. Tidak ada alasan pasti dari ketentuan agama mengapa jumlah kambing yang dikorbankan berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Aqiqoh yang berasal dari bahasa padang pasir itu mewajibkan kepada setiap orangtua untuk menumbangkan beberapa ekor kambing dalam jangka waktu yang tidak ditentukan selama mereka masih hidup di dunia. Memang saya terlihat sangat bodoh dalam urusan ini karena terakhir kali saya belajar tema ini mungkin saya sedang tertidur. Bisa jadi karena pembahasan ini saya dapatkan ketika masih kecil maka saya memaklumi diri saya akan ketidak tahuan ini. Hal yang palin penting adalah saat ini di usia saya yang sudak mencapai 22 tahun orang tua saya baru diberi kesempatan untuk memenuhi kewajibannya kapada Islam.
Di paragraph yang ketiga ini saya ingin mengoreksi tulisan ini sebagai sebuah artikel namun lebih tepatnya seperti note atau catatan harian. Catatan yang saya tuliskan sebagai penanda untuk menyejarahkan hidup saya sendiri atau bisa digunakan sebagai pengingat akan peristiwa penting yang terjadi dalam hidup saya. Memang ketika saya membaca ulang tulisan ini sangat semrawut dengan tata bahasa yang tidak beraturan. Hal ini sebagai penanda akan adanya kunang-kunang di atas kepala saya karena terlalu banyak berjibaku dengan daging kambing. Mulai dari prosesi jagal, pemotongan, pengolahan, dan finishing yang agak terlampau kalap menyebabkan ketidakstabilan membawa kondisi badan.
Entah bagaimana keharusan saya untuk berbahagia atas pemenuhan hak dari orang tua yang akhirnya terlaksana atau sengaja bersedih untuk menarik empati orang-orang untuk memberikan belas kasihan. Kami adalah kata ganti yang tepat untuk mewakili keberadaan saudar perempuan saya yang memang dalam kondisi yang sama seperti yang sekarang saya alami. Kami terlahir dari kondisi keluarga yang kurang lengkap dari yang lain. Kemalangan yang sama sekali tak pantas untuk disesali ini membuat saya yang keras kepala untuk menyimpan sedu sedan dalam-dalam. Tulang punggung keluarga kami adalah seorang ibu yang perkasa, yang tak pernah mengeluhkan sesuatu kepada umum, yang selalu bilang ‘’bisa’’ akan segala hal. Kapasitas beliau yang tidak seberapa banyak mensejajarkan diri dengan kondisi keluaga pada umumnya telah sedikit demi sedikit mampu memenuhi apa yang menjadi tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga.
Kami hidup perkecukupan. Pantang bagi kami untuk tidak mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan dalam kondisi apapun. Seterpuruk apapun kami akan tetap mengatakn bahwa kami adalah keluarga yang bahagia, bahkan sangat bahagia. Kami dua bersaudara yang mampu bersekolah dari keringat ibu yang terkasih ingin sekali mengabadikan pada dunia bahwa sedikitpun kami tak pernah menyalahkan kodrat Tuhan. Semuanya sudah diatur sedemikian hebat dari waktu ke waktu. Yang jelas, bahwa hari ini adalah hari dimana terlaksananya pemenuhan kewajiban ibunda kami untuk mengaqiqohkan jagoannya dengan 2 ekor kambing. Barokallah ! hehehe

Romansah
25 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar